Featured Video

Selasa, 01 November 2011

All about HIV

Sejarah HIV
Pada tahun 1983, Jean Claude Chermann dan Françoise Barré-Sinoussi dari Perancis merupakan berhasil mengisolasi HIV untuk pertama kalinya dari seorang penderita sindrom limfadenopati. Pada awalnya, virus itu disebut ALV (lymphadenopathy-associated virus) Bersama dengan Luc Montagnier, mereka membuktikan bahwa virus tersebut merupakan penyebab AIDS.  Pada awal tahun 1984, Robert Gallo dari Amerika Serikat juga meneliti tentang virus penyebab AIDS yang disebut HTLV-III. Setelah diteliti lebih lanjut, terbukti bahwa ALV dan HTLV-III merupakan virus yang sama dan pada tahun 1986, istilah yang digunakan untuk menyebut virus tersebut adalah HIV, atau lebih spesifik lagi disebut HIV-1.
Tidak lama setelah HIV-1 ditemukan, suatu subtipe baru ditemukan di Portugal dari pasien yang berasal dari Afrika Barat dan kemudian disebut HIV-2. Melalui kloning dan analisis sekuens (susunan genetik), HIV-2 memiliki perbedaan sebesar 55% dari HIV-1 dan secara antigenik berbeda. Perbedaan terbesar lainnya antara kedua strain (galur) virus tersebut terletak pada glikoprotein selubung. Penelitian lanjutan memperkirakan bahwa HIV-2 berasal dari SIV (retrovirus yang menginfeksi primata) karena adanya kemiripan sekuens dan reaksi silang antara antibodi terhadap kedua jenis virus tersebut. (Sumber : www.wikipedia.com)
            HIV adalah anggota dari genus lentivirus, bagian dari keluarga retroviridae yang ditandai dengan periode latensi yang panjang dan sebuah sampul lipid dari sel-host awal yang mengelilingi sebuah pusat protein/RNA. Dua spesies HIV menginfeksi manusia: HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 adalah yang lebih virulen dan lebih mudah menular, dan merupakan sumber dari kebanyakan infeksi HIV di seluruh dunia; HIV-2 kebanyakan masih terkurung di Afrika barat. Kedua spesies berawal di Afrika barat dan tengah, melompat dari primata ke manusia dalam sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis.
HIV-1 telah berevolusi dari sebuah simian immunodeficiency virus (SIVcpz) yang ditemukan dalam subspesies simpanse, Pan troglodyte troglodyte. HIV-2 merupakan spesies dari sebuah strain SIV yang berbeda, ditemukan dalam sooty mangabeys, monyet dunia lama Guinea-Bissau.
Tiga grup dari HIV-1 telah diidentifikasi berdasarkan ekspresi genom viral yang disebut env, yaitu: M, N dan O. Grup env M merupakan genom yang paling banyak ditemukan dengan 8 perbedaan subtipe yang dipengaruhi faktor geografis, antara lain: B (di Amerika dan Eropa), A dan D (di Afrika), C (di Afrika dan Asia).
Infeksi susulan oleh subtipe yang berbeda, menimbulkan bentuk rekombinan sirkulasi (bahasa Inggris: circulating recombinant form, CRF).
Bentuk rekombinan yang pertama kali ditemukan adalah rekombinan AG dari Afrika tengah dan barat, kemudian rekombinan AGI dari Yunani dan Siprus, rekombinan AB dari Rusia dan AE dari Asia tenggara. Meskipun demikian, prekursor CRF AE berupa tipe E masih belum ditemukan.
47% infeksi yang terjadi di seluruh belahan dunia merupakan subtipe C, 27% berupa CRF02_AG, 12,3% berupa subtipe B, 4% adalah subtipe D dan 4% merupakan CRF AE, sisa 5,7% terdiri dari subtipe dan CRF lain. Riset HIV terakhir 95% terfokus pada subtipe B, sedangkn beberapa laboratorium menggunakan subtipe C. (Sumber : www.wikipedia.com)
Struktur HIV
            Virus HIV (human immunodeficiency virus) merupkan retrovirus yang tersusun atas materi genetik yang berupa RNA (Asam Nukleat), kapsid (lapisan protein), selubung dengan glikoprotein, dan enzim reverse transkriptase.

Proses Replikasi HIV
            Virus HIV melakukan replikasi dengan siklus litik, yakni siklus reproduksi virus yang akhirnya menyebabkan kematian sel inang. Virus HIV hanya menginfeksi sel darah putih manusia, yakni Limfosit. Limfosit merupakan salah satu unsur penting dalam tubuh manusia yang mendukung imunitas tubuh. Jika Limfosit diinfeksi oleh virus HIV, maka sistem imunitas tubuh akan terganggu dan lebih rentan terkena penyakit.
            Proses replikasi virus berawal dari masuknya virus HIV ke dalam sel Limfosit dengan cara endositosis. Glikoprotein pada selubung membuat virus dapat mengikatkan diri pada reseptor-reseptor spesifik di permukaan sel darah putih. Kapsid virus HIV mengandung dua molekul RNA untai-tunggal yang identik dan dua molekul enzim transkriptase balik (Reverse Transkriptase). Tahap ini sering disebut sebagai tahap pelekatan.
            Proses selanjutnya yakni tahap penetrasi, dimana Genom virus masuk ke dalam sel inang ketika virus bergabung dengan membran plasma dan protein kasid dilepaskan secara enzimatik. Transkriptase balik mengkatalisis sintesis untai DNA yang berkomplementer dengan cetakan RNA yang disediakan oleh genom virus dan kemudian sintesis dari untai DNA komplementer. Tahap berikutnya yanki tahap replikasi dan sintesis, DNA untai-ganda yang dihasilkan dimasukkan sebagai provirus ke dalam genom sel inang atau DNA sel darah putih. Provirus kemudian mengambil alih kendali DNA sel darah putih dan menggunakannya untuk proses replikasi. Tahap berikutnya yakni tahap pematangan, gen-gen provirus ditranskripsi menjadi molekul-molekul mRNA yang ditranslasi didalam sitoplasma menjadi protein HIV. RNA yang ditranskripsi dari provirus juga berfungsi sebagai genom untuk generasi selanjutnya dari virus HIV. Penyusunan kapsid di sekitar genom juga diikuti oleh pertunasan virus-virus baru dari sel inang. Tahap akhir yakni tahap pelepasan, dimana virus-virus yang telah utuh terbentuk keluar dari sel inang melalui proses eksositosis dan siap menginfeksi sel darah putih lainnya. ( Sumber : CAMPELL )
Cara Penularan HIV
HIV menular melalui hubungan kelamin dan hubungan seks oral, atau melalui anus, transfusi darah, penggunaan bersama jarum terkontaminasi melalui injeksi obat dan dalam perawatan kesehatan, dan antara ibu dan bayinya selama masa hamil, kelahiran dan masa menyusui. UNAIDS transmission. Penggunaan pelindung fisik seperti kondom latex dianjurkan untuk mengurangi penularan HIV melalui seks. Belakangan ini, diusulkan bahwa penyunatan dapat mengurangi risiko penyebaran virus HIV, tetapi banyak ahli percaya bahwa hal ini masih terlalu awal untuk merekomendasikan penyunatan lelaki dalam rangka mencegah HIV.
Pada akhir tahun 2004 diperkirakan antara 36 hingga 44 juta orang yang hidup dengan HIV, 25 juta di antaranya adalah penduduk sub-Sahara Afrika. Perkiraan jumlah orang yang terinfeksi HIV di seluruh dunia pada tahun 2004 adalah antara 4,3 juta hingga 6,4 juta orang. (AIDS epidemic update December 2004).
Wabah ini tidak merata di wilayah-wilayan tertentu karena ada negara-negara yang lebih menderita daripada yang lainnya. Bahkan pada tingkatan negara pun ada perbedaan tingkatan infeksinya pada daerah-daerah yang berlainan. Jumlah orang yang hidup dengan HIV terus meningkat di semua bagian dunia, meskipun telah dilakukan berbagai langkah pencegahan yang ketat.
Sub-Sahara Afrika tetap merupakan daerah yang paling parah terkena HIV di antara kaum perempuan hamil pada usia 15-24 tahun di sejumlah negara di sana. Ini diduga disebabkan oleh banyaknya penyakit kelamin, praktik menoreh tubuh, transfusi darah, dan buruknya tingkat kesehatan dan gizi di sana (Bentwich et al., 1995). Pada tahun 2000, WHO memperkirakan bahwa 25% unit darah yang ditransfusikan di Afrika tidak dites untuk HIV, dan bahwa 10% infeksi HIV di benua itu terjadi lewat darah.
Di Asia, wabah HIV terutama disebabkan oleh para pengguna obat bius lewat jarum suntik, hubungan seks baik antarpria maupun dengan pekerja seks komersial, dan pelanggannya, serta pasangan seks mereka. Pencegahannya masih kurang memadai. ( Sumber : www.wikipedia.com)

Pengobatan HIV
            Hingga kini, belum ditemukan obat yang paten untuk menanggulangi dan mengobati total orang-orang yang terinfeksi virus HIV. Namun, telah ditemukan beberapa obat yang salah satunya yakni Antiretroviral. Obat ini bukan merupakan obat yang permanen dan harus rutin dikonsumsi. Obat tersebut berfungsi untuk mencegah proses replikasi virus HIV dengan menghambat proses transkripsi dan enzim reverse transkriptase, sehingga menyebabkan virus menjadi tidak aktif. Namun, jika penggunaan obat tidak rutin, maka virus akan aktif kembali. Disamping bersifat sementara, harga obat ini juga sangat mahal. Tujuan dari adanya obat ini hanyalah memperpanjang umur penderita HIV.

VCT (Voluntary Counseling and Testing)
            VCT atau Voluntary Counseling and Testing adalah tes HIV yang dilakukan secara sukarela. Karena pada prinsipnya tes HIV tidak boleh dilakukan dengan paksaan atau tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan.
Orang-orang yang dapat melakukan VCT adalah orang yang melakukan hubungan seksual berisiko. Hubungan berisiko ini bukan hanya hubungan dengan pekerja seks, gigolo ataupun waria. Hubungan seksual dengan orang yang tidak diketahui status HIV nya bisa juga dianggap hubungan berisiko. Orang yang pernah menerima transfusi darah., Pengguna narkoba suntik, dan Orang yang mengalami Infeksi Menular Seksual berulang.
Ada beberapa tahapan VCT, tahapan pertama adalah pre konseling, pada tahap ini yang dilakukan adalah pemberian informasi tentang HIV dan AIDS, cara penularan, cara pencegahannya dan periode jendela. Kemudian konselor dilaksanakan penilaian risiko klinis. Pada saat ini, klien harus jujur tentang hal-hal berikut : kapan terakhir kali melakukan aktivitas seksual, apakah menggunakan narkoba suntik, pernahkah melakukan hal-hal yang berisiko pada pekerjaan – misalnya dokter ataupun calon dokter- dan apakah pernah menerima produk darah, organ atau sperma. Konselor VCT terikat sumpah untuk merahasiakan status si klien. Jadi jangan khawatir untuk menceritakan kegiatan-kegiatan berisiko yang telah dilakukan. Pada saat melakukan VCT pastikan konseling dilakukan di tempat tertutup dan menjamin privacy.
Setelah pre konseling, konselor akan menawarkan kepada klien apakah bersedia untuk melakukan tes HIV. Konselor tidak akan memaksa klien untuk melakukan tes HIV. Bisa kembali lagi kapan saja. Dan jika klien setuju akan tes HIV, konselor akan memberikan informed consent atau izin dari klien untuk melakukan tes HIV. Di surat pernyataan ini klien menyatakan bahwa klien yang bersangkutan telah menerima informasi yang berhubungan dengan tes ini, HIV dan telah menjalani penilaian risiko klinis. Klien juga menyatakan dirinya bersedia untuk di tes HIV.
Pada saat melakukan tes HIV darah kita akan diambil secukupnya. Dan pemeriksaan darah ini bisa memakan waktu antara setengah jam sampai satu minggu – tergantung jenis tes HIV yang dipakai – Biasanya klien diminta pulang dan kembali lagi mengambil hasil tes beberapa hari setelahnya.
Setelah klien mengambil hasil tes, klien akan menjalani tahapan post konseling. Pada tahapan ini, konselor akan memberitahukan hasil tes. Kalau hasil tesnya negatif, balik lagi ke penilaian risiko klinis -inilah pentingnya bagi kita untuk menjawab dengan jujur- Kalau dari penilaian risiko klinis, klien masih dalam masa periode jendela – periode jendela adalah periode di mana orang yang bersangkutan sudah tertular HIV tapi antibodinya belum membentuk sistem kekebalan terhadap HIV dan hasil tes HIV nya masih negatif, meski belum terdeteksi tapi sudah bisa menularkan – klien akan dianjurkan untuk melakukan tes kembali tiga bulan setelahnya. Selain itu, bersama-sama dengan klien konselor akan membantu klien untuk merencanakan program perubahan perilaku.
Jika hasil tes positif, klien bebas untuk mendiskusikan perasaannya dengan konselor. Konselor juga akan menginformasikan fasilitas untuk tindak lanjut dan dukungan. Misalnya, jika klien membutuhkan terapi ARV ataupun dukungan dari kelompok sebaya. Selain itu, konselor juga akan memberikan informasi tentang cara hidup sehat dan bagaimana cara agar tidak menularkan ke orang lain.
Hasil tes HIV adalah rahasia yang seharusnya hanya diketahui oleh konselor dan klien saja. Klien dapat menuntut apabila ternyata hasil HIV bocor ke orang lain yang tidak berwenang. Kalaupun klien dirujuk dan artinya informasi tentang status HIV klien harus diberitahukan ke orang lain, harus dengan persetujuan klien.
Proses VCT yang benar memegang teguh privacy dan juga memastikan kalau klien melakukan VCT dengan sukarela. Kalau anda dipaksa untuk melakukan tes HIV tanpa konseling, jangan diterima. Anda dapat menuntut pihak yang memaksa anda untuk melakukan tes VCT. (Sumber : Manual pelatihan konselor VCT, Depkes RI)
Pandangan Masyarakat
            Pandangan masyarakat tentang HIV selama ini, HIV merupakan penyakit menular dan oleh karena itu orang-orang yang mengidap HIV harus diisolasi dan dijauhkan dari masyarakat. Masyarakat pun lebih banyak mendeskriminasi dari pada memberi dukungan moril bagi masyarakat pengidap HIV.
            Pada dasarnya, penyakit HIV itu sendiri tidak akan menular jika tidak ada kontak darah atau badan. Masyarakat awam hanya mengenal HIV akan menular melalui alat makan, dan mengadakan kontak atau berkomunikasi dengan pengidap HIV.


0 komentar:

Posting Komentar